Marwan Cik Asan Dorong Perlakuan Khusus untuk Tekan Kemiskinan Tinggi di NTT

Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Rabu (28/05/2025). Foto: Singgih/vel
Parlementaria, Manggarai Barat - Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, menekankan perlunya perlakuan khusus dari pemerintah pusat terhadap Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menekan angka kemiskinan yang masih tergolong tinggi. Dalam kunjungan kerja reses Komisi XI DPR RI ke Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Marwan menyampaikan bahwa NTT memiliki kondisi kekhususan yang memerlukan perhatian dan intervensi lebih dari pemerintah pusat.
“Kita melihat Nusa Tenggara Timur (NTT) ini ada kondisi kekhususan yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat. Tingkat kemiskinan di NTT masih sangat tinggi dibandingkan nasional. Kalau nasional itu sudah di angka sekitar 8 persen, NTT ini masih mendekati 20 persen,” ujar Marwan, Rabu (28/05/2025).
Selain kemiskinan, Marwan juga menyoroti indikator lain seperti tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, hingga gini rasio yang menurutnya masih belum menggembirakan. Oleh karena itu, ia mendorong adanya kebijakan fiskal yang lebih afirmatif untuk mempercepat pembangunan dan mengejar ketertinggalan ekonomi di wilayah ini.
“Pemerintah pusat harus melakukan treatmen khusus secara fiskal supaya ekonomi di NTT ini bisa lebih berafirmasi, mendekati daerah-daerah lain yang di Indonesia sudah lebih maju,” tambahnya.
Tak hanya dari sisi fiskal, Marwan juga mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri perbankan untuk lebih aktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, khususnya sektor UMKM. Ia menekankan pentingnya ketersediaan kredit murah yang dapat diakses pelaku usaha kecil di NTT.
“Kita meminta kepada OJK melalui industri perbankan supaya lebih banyak mengguyurkan kredit-kredit murah untuk menggerakkan UMKM di NTT. Dengan akselerasi dari sisi moneter, fiskal, dan perbankan, kita berharap angka kemiskinan di NTT bisa ditekan dan tidak terlalu jauh gap-nya dibandingkan nasional,” jelasnya.
Marwan memaparkan bahwa pendapatan per kapita di NTT saat ini baru berada di kisaran Rp25 juta per tahun, jauh di bawah angka nasional yang telah mencapai Rp78 juta. Tanpa intervensi khusus, ia khawatir kesenjangan ini akan terus melebar. “Kalau tidak ada intervensi baik dari sisi fiskal, perbankan maupun moneter, keadaan NTT ini 10 tahun lagi juga tidak akan jauh berbeda,” ungkapnya.
Ia mengakui bahwa di kawasan Labuan Bajo sebagai destinasi pariwisata unggulan telah mengalami kemajuan, namun pembangunan di sebagian besar wilayah kabupaten dan kota lainnya di NTT masih berjalan sangat lambat. Oleh karena itu, Marwan mendesak pemerintah agar memperluas perhatian dan program pembangunan ke luar wilayah strategis nasional.
“Kita mendorong intervensi yang lebih merata agar akselerasi pembangunan di NTT bisa cepat dan ketertinggalannya dengan wilayah lain tidak makin melebar,” pungkasnya. (skr/we)